Apakah prioritas kehidupan kita?

Posted Posted by karkuun in Comments 0 komentar

Sharing dari teman

Cerita ini sangat indah, sempatkan untuk membaca...

Seorang professor berdiri di depan kelas filsafat.

Saat kelas dimulai, dia mengambil toples kosong dan mengisi dengan
bola-bola golf.
Kemudian ia kembali bertanya kepada murid-muridnya, "Apakah toples sudah
penuh?"
"Ya!" Dan murid-muridnya pun kembali menyetujui hal itu.

Kemudian ia menuangkan batu koral ke dalam toples dan mengguncangnya
dengan ringan. Batu-batu koral mengisi tempat yang kosong di antara
bola-bola golf.

Kemudian dia bertanya kepada murid-muridnya, "Apakah toples ini sudah
penuh?" Dan murid-muridnya pun menjawab,"Ya!"
Selanjutnya dia menabur pasir ke dalam toples dan mengguncangnya ringan.

Tentu saja pasir menutupi semua celah yang tersisa. Profesor sekali lagi
bertanya,"Apakah toples sudah penuh?" Dan .murid-murid menjawab dengan
mantap,"Yes...!!"

Kemudian dia menuangkan dua cangkir kopi ke dalam toples, dan secara
efektif mengisi ruangan kosong di antara pasir. Para murid tertawa.
"Sekarang.. saya ingin kalian memahami bahwa toples ini mewakili
kehidupan kalian. Bola-bola golf adalah hal yang penting :Tuhan,
keluarga, anak-anak, kesehatan. Jika yang lain hilang dan hanya tinggal
mereka, maka hidupmu masih tetap penuh."
"Batu-batu koral adalah hal-hal lain," lanjutnya,"Seperti pekerjaanmu,
rumah dan mobil."

"Pasir adalah hal-hal yang sepele. Jika kalian pertama kali memasukkan
pasir ke dalam toples, maka tidak akan tersisa ruangan untuk batu-batu
koral ataupun untuk bola-bola golf. Hal yang sama akan terjadi dalam
hidup kalian. Jika kalian menghabiskan energi untuk hal-hal yang sepele,
kalian tidak akan mempunyai ruang untuk hal-hak yang penting buat kalian."

"Jadi, beri perhatian untuk hal-hal yang penting untuk kebahagiaanmu.
Bermainlah dengan anak-anakmu. Luangkan waktu untuk check up kesehatan.
Ajak pasanganmu untuk keluar makan malam"

"Berikan perhatian terlebih dahulu kpd bola-bola golf. Hal-hal yang
benar-benar penting. Atur prioritasmu. Baru yang terakhir, urus pasirnya."
Salah satu murid mengangkat tangan dan bertanya, "Kopi mewakili apa?"

Profesor tersenyum, "Saya senang kamu bertanya. Itu untuk menunjukkan
kepada kalian, sekalipun hidupmu tampak sudah sangat penuh, tetap selalu
tersedia tempat untuk secangkir kopi bersama sahabat.

Apakah Anda menikmati kopi atau cangkirnya?

Posted Posted by karkuun in Comments 0 komentar

Sekelompok alumni, sangat mapan dalam karir mereka, berkumpul untuk mengunjungi dosen universitas lama mereka. Percakapan segera berubah menjadi keluhan tentang stres dalam pekerjaan dan kehidupan.
Penawaran tamu kopinya, dosen pergi ke dapur dan kembali dengan satu panci besar kopi dan bermacam-macam cangkir: porselen, plastik, kaca, beberapa berwajah biasa-biasa dan beberapa mahal dan indah, memberitahu mereka untuk membantu diri untuk kopi panas.
Ketika semua siswa memiliki secangkir kopi di tangan, dosen itu berkata: "Jika kalian perhatikan, semua tampak bagus, cangkir mahal yang diambil, meninggalkan yang biasa dan murah Sementara itu tapi normal bagi Anda inginkan. hanya yang terbaik bagi dirimu sendiri, yang adalah sumber masalah dan stres. Apa yang kalian inginkan sebenarnya adalah kopi, bukan cangkir, tapi Anda sadar pergi untuk cangkir yang lebih baik dan mengamati cangkir masing-masing. "
"Sekarang, jika Kehidupan adalah kopi, maka pekerjaan, uang dan posisi dalam masyarakat adalah cangkir Mereka hanya alat untuk menegndalikan dan mengisi Kehidupan,. Tetapi kualitas Kehidupan tidak berubah." "Kadang-kadang, dengan berkonsentrasi hanya pada cangkir, kita gagal untuk menikmati kopi di dalamnya."
Jadi orang, jangan biarkan cangkir mengendalikan Anda ...Nikmati kopi sebagai gantinya.

Hari Ketika Setiap Jiwa Dibangkitkan Kembali

Posted Posted by karkuun in Comments 0 komentar

Tidak semua negara didunia memiliki momentum yang disebut sebagai Hari Kebangkitan Nasional alias Harkitnas. Bangsa Indonesia memiliki dan merayakannya setiap tanggal 20 Mei. Sayangnya, kita sering terlampau jauh memaknai kebangkitan sebagai agenda sebuah bangsa. Padahal, kebangkitan yang paling hakiki bermula dari proses bangkitnya nilai-nilai positif sebuah pribadi. Sebuah bangsa bisa bangkit, hanya jika sebagai individu kita mampu bangkit. Jika dihadapkan kepada kesulitan hidup, kita bangkit untuk mencari solusi yang konstruktif. Kalau mengalami kegagalan, kita bangkit untuk terus mengerahkan segenap kemampuan. Saat patah hati, kita bangkit dari kesedihan lalu meneruskan perjuangan. Jika dihadapkan kepada persaingan bisnis yang semakin keras, kita bangkit untuk terus gigih. Kita juga perlu bangkit dengan cara mengurangi perilaku buruk untuk kemudian memperbanyak tindakan-tindakan yang lebih bermartabat. Sebagai individu, bukankah makna bangkit yang seperti itu jauh lebih konkrit?
 
Jika setiap individu berhasil bangkit, secara otomatis bangsa ini juga akan bangkit.  Sedangkan kebangkitan individu itu adalah urusan pribadi. Tidak ada kaitannya dengan demo dan parade di jalan-jalan ibu kota. Juga tidak ada hubungannya dengan tanggal atau peringatan hari-hari tertentu dalam catatan sejarah. Kebangkitan pribadi terjadi setiap hari. Sebab, tidak ada artinya kita bangkit kemarin jika hari ini terpuruk lagi. Jika hari ini kita memiliki perilaku positif, maka besok kita harus menjaga perilaku positif itu agar tetap menjadi penghias perangai kita. Jika kita gagal menjaga momentum itu untuk menjadi karakter kepribadian dan identitas diri kita, maka boleh jadi kita hanya bisa bangkit sehari. Sedangkan sisa-sisa hari dalam hidup kita diisi dengan keterpurukan. Dari sudut pandang  religi hal semacam itu disebut su’ul khatimah. Artinya, akhir yang buruk.
 
Kalau kita baik kemarin tapi sekarang dan besok buruk, maka kita termasuk menderita su’ul khatimah. Kondisi seperti itu sangat membahayakan. Sebab dalam keadaan seperti itu, sangat sulit bagi kita untuk menutup hidup dalam keadaan ’sedang baik’. Makanya, kebangkitan itu mesti terjadi terus menerus. Jika kita jatuh, bangkit lagi. Jatuh lagi, ya bangkit lagi. Jatuh lagi, ya bangkit saja lagi. Itulah yang sering kita sebut sebagai persistensi. Yaitu sikap pantang menyerah untuk melakukan sesuatu yang positif dan konstruktif. Sikap seperti itu disebut istiqamah. Seorang pribadi yang istiqamah tidak berarti selalu benar, tapi segera menyadari kesalahannya lalu kembali ke jalur yang benar. Mereka yang istiqamah juga bukanlah orang-orang yang selalu berhasil, karena tidak ada bentuk kehidupan yang hanya terdiri dari keberhasilan saja. Mereka yang istiqamah itu adalah orang-orang yang gigih untuk terus berjuang sampai bisa mewujudkan keberhasilan.
 
Oleh karena itu, orang-orang yang terjebak kisah nostalgis dimasa lalu tidak termasuk bangkit. Apalagi mereka yang menyalahkan keadaan. Atau menimpakan penyebab segala kesialan kepada orang lain. Mereka yang gemar melakukan kecurangan juga bukan pribadi yang terbangkitkan. Ciri bangkitnya seorang pribadi adalah mampu mendayagunakan modal yang telah Tuhan berikan dalam proses penciptaan dirinya. Apa sajakah modal itu? Pertama, Tuhan telah meniupkan ruh yang condong kepada kebaikan. Jadi, ciri pribadi yang bangkit pastilah cenderung kepada kebaikan dan selalu berusaha menghindari perilaku buruk. Mengapa? Karena perilaku buruk itu karakter syetan. Bukan piranti lunak manusia.
 
Kedua, Tuhan telah menciptakan kita dengan keunikan masing-masing. Jadi, pribadi yang terbangkitkan juga dicirikan oleh keberaniannya untuk mengeksplorasi potensi dirinya. Kita tahu bahwa sesuatu yang unik itu bernilai tinggi. Makanya toko-toko yang menjual pernak pernik unik selalu diserbu oleh konsumen. Penyedia jasa yang memiliki keunikan layanan selalu dicintai pelanggan. Anehnya, kita sering ragu jika keunikan diri yang kita miliki ini akan laku di pasaran. Kita takut menampilkan keunikan yang kita miliki dalam menjalani aktivitas keseharian. Sebagai gantinya, kita lebih suka meniru-niru perilaku orang lain. Kita mengira dengan meniru orang lain bisa berhasil seperti mereka.  
 
Ada yang harus ditiru, memang. Dalam NLP itu disebut modeling. Premisnya, jika kita bisa meniru plek ketiplek orang lain, maka kita bisa meraih pencapaian yang mereka dapatkan. Ini hanya benar jika menyangkut metode atau cara kerja. Misalnya, jika kita ingin berhasil meraih pencapaian seperti si A, maka cara berbicara, cara berpikir, cara bekerja, cara berpakaian dan semua cara kita mesti sama dengan si A. Mirroring, jika Anda lebih suka menyebutnya demikian. Dalam konteks pencapaian material, kita bisa melakukan modeling atau miroring seperti itu. Namun dalam tatanan kejiwaan, kita tidak bisa begitu saja menerapkannya. Why? Because. You. Are. Simply. Unique. Memangnya Anda bersedia untuk hanya menjadi ’cangkang’ saja. Wujud badaninya adalah Anda, namun ’dalemannya’ adalah orang lain. Tentu saja tidak. Lagipula, siapa sih yang betah berlama-lama menggunakan karakter pribadi orang lain dengan menanggalkan karakter dirinya sendiri? No. You are you. Not somebody else.
 
Tidak perlu takut gagal jika Anda bersedia menerima keunikan pribadi Anda sendiri. Sebab, yang paling penting adalah bagaimana kita mengelola keunikan itu untuk menjadi sebuah nilai berharga bagi diri sendiri maupun orang lain. Meniru orang lain juga tidak akan menjamin keberhasilan, jika kita gagal memberi makna atas apa yang kita tiru itu. Bisakah kita menjadi pribadi yang bernilai tinggi? Begitulah tantangannya. Jika kita bisa, maka dengan sendirinya keberhasilan akan menjadi milik kita. Tanpa harus meniru orang lain. Begitu lho, ciri pribadi yang terbangkitkan itu. 
 
Tunggu dulu. Fakta menunjukkan bahwa dengan meniru orang lain kita berhasil. Padahal, waktu kita berjuang dengan keunikan yang kita miliki malah gagal. Selain dari sudut pandang materialisme seperti sudah kita bahas diatas, hal itu juga benar dari sudut pandang sosial. Sudah menjadi kodrat manusia untuk menyukai kemiripan. Makanya, kita lebih suka berkumpul dengan orang-orang yang memiliki gagasan yang sama, kesukaan yang sama, minat yang sama, dan hal-hal yang sama lainnya. Benar, kita memiliki banyak kesamaan dengan orang lain. Namun kesamaan yang ada pada kita, sama sekali tidak membatalkan keunikan yang masing-masing miliki. Jika segala sesuatu yang kita miliki ini benar-benar sama 100% dengan orang lain, bagaimana kita menjalani hidup? Tidak mungkin kita memiliki pacar yang berbeda. Mustahil kita mempunyai tempat tinggal yang berbeda. Justru karena adanya perbedaan itulah maka kita bisa berdamai dengan pihak lain.
 
Kesamaan aspek sosial ini juga bisa dibangun dan direkayasa. Artinya, kita menyesuaikan diri agar bisa lebih diterima oleh orang lain, atau komunitas tertentu. Secara umum kita menyebutnya ’keluar dari comfort zone’. Sedangkan dalam terminologi disiplin ilmu Social Style Personality, hal semacam itu disebut Versatility. Apapun landasan ilmu yang Anda gunakan, keluar dari comfort zone itu sifatnya situasional, kondisional, dan temporer. Bukan sesuatu yang permanen. Sesuatu ’didalam diri’ selalu memanggil kita untuk ’kembali’. Sang pemanggil itu tiada lain selain ’kepribadian’ kita. Kemampuan untuk keluar dari comfort zone merupakan salah satu fondasi penting, namun tidak berdiri sendiri dan bukan satu-satunya. Hal ini diperkuat oleh fakta lain yang tidak terbantahkan, yaitu; tidak ada seorang manusia pun yang bisa hidup dengan kepribadian orang lain.
 
Mengapa bisa begitu? Karena dalam setiap pribadi, Tuhan telah memberikan keunikannya masing-masing. Mengapa Tuhan memberi kita keunikan? Boleh jadi karena Tuhan ingin hidup kita memiliki daya saing. Bukankah tidak ada daya saing tanpa keunikan? Oleh karenanya, janganlah sekali-kali menyalahkan Tuhan jika kita selalu kalah dalam persaingan. Tanyakanlah kepada diri sendiri, apakah saya sudah menggunakan keunikan yang Tuhan anugerahkan ini untuk meningkatkan nilai jual dan keunggulan pribadi kita? Jika kita sudah menjadi pribadi yang unggul, mana mungkin kita tersisihkan begitu saja?
 
Jadi, jelas sekali kalau Tuhan memberi keunikan itu untuk membantu setiap insan akan mampu mengangkat martabat dirinya sendiri. Lebih dari itu, desain keberhasilan yang Tuhan rancang tidak dalam konteks persaingan. Melainkan saling melengkapi. Bayangkan, jika setiap orang mampu menjadikan keunikan pribadinya masing-masing untuk kehidupan. Maka setiap orang bisa berkontribusi kepada orang lain tanpa harus menihilkan kontribusi pihak lain. Mana ada persaingan jika demikian? Yang ada hanyalah harmoni. Karena melalui keunikan yang masing-masing miliki, kita bisa saling melengkapi. Bukankah seperti itu konteks kebangkitan yang lebih konstruktif?
 
Supaya bisa menata makna kebangkitan hakiki itu, kita perlu bercermin kepada nasihat Rasulullah SAW tentang esensi kebangkitan setiap insan. Beliau menasihatkan agar kita selalu mengingat suatu hari, ketika semua manusia dibangkitkan. Yaitu, hari ketika anak-anak yang kita banggakan dan harta yang kita kumpulkan tidak lagi berguna. Ketika jabatan dan kehormatan tidak lagi memiliki arti. Hari dimana kita akan dimintai pertanggungjawaban secara pribadi. Pada hari kebangkitan itu, setiap perbuatan kita selama hidup akan dievaluasi. Untuk menentukan tempat yang akan kita tinggali. Dalam kehidupan yang abadi.
 

 
Catatan Kaki:
 
Kebangkitan yang hakiki itu adalah ketika kita berhasil memberi makna kepada penciptaan dan kehadiran kita didunia, agar menjadi bekal saat semua jiwa dibangkitkan kembali oleh pemiliknya.

Melepas Belenggu Mental, Meraih Kesuksesan

Posted Posted by karkuun in Comments 0 komentar

Seorang dokter
bedah kecantikan pada era tahun 1960-an, Maxwell
Maltz, yang menemukan bahwa masih banyak pasiennya yang kecewa setelah
wajahnya “dipermak abis” atau dioperasi total, sebagian dari mereka masih
merasa tidak cantik dan kurang menarik padahal hasil operasi kecantikan
tersebut adalah pesanan mereka sendiri.



Hal ini
menarik perhatian Dr Maltz karena bukan hanya terjadi oleh satu atau dua klien
saja, akhirnya ia pun melakukan riset selama bertahun-tahun dan menemukan
rahasia dibalik permasalahan klien-kliennya tersebut. Secara mengejutkan
rahasia ini juga dapat menjawab kenapa banyak orang yang sulit untuk berkembang
dan meraih kesuksesan.



Rahasia dan
Formula tersebut ditulisnya dalam buku yang berjudul “Psycho-Cybernatics” yang menjadi best seller dunia dan membawanya
menjadi motivator yang diundang di seluruh belahan dunia sampai menjelang
ajalnya di tahun 1975. Bahkan konon, motivator-motivator dunia yang kita kenal
sekarang ini seperti Zig Ziglar, Thony Robbins, Bryan Tracy dan lain sebagainya
mengunakan konsep dasarnya dalam pelatihan maupun metode yang mereka bawakan
saat ini.



Secara
ringkas Dr Maltz menjelaskan daripada seseorang merubah hal-hal yang terjadi di
luar dirinya, jauh lebih effective jika mereka memulai perubahan dari dalam
diri mereka sendiri. Perubahan tersebut diawali dari perubahan atas citra diri
mereka yang sering kali sangat rapuh dan negative sehingga semua perubahan
positif yang terjadi di luar diri mereka tetap dipandang sebagai hal-hal yang
tidaklah memuaskan.



Citra diri
adalah gambaran mental setiap orang terhadap dirinya sendiri. Hal ini termasuk
keyakinan kita terhadap kelebihan dan kekurangannya. Sebagian keyakinan
tersebut bisa benar juga bisa salah. Sampai dengan keyakinan tersebut diubah,
prilaku kita cenderung mengikuti dan mencari fakta-fakta yang menguatkan
keyakinan tesebut.



Contohnya jika
Anda pernah mengalami sebuah trauma akibat ditertawakan, dihina atau dicacimaki
di depan umum akibat salah mengucapkan sesuatu menyebabkan Anda menyakini diri
Anda tidak memiliki bakat untuk berbicara di depan umum. Tentu saja peristiwa
memalukan tersebut telah merusak citra diri Anda. Selama keyakinan tersebut
Anda pegang maka selama itu pula Anda “tidak akan bisa berbicara di depan umum”.



Hal utama
yang harus dilakukan oleh Anda jika memiliki trauma yang serupa adalah
memperbaiki citra diri tersebut dengan mencari sebanyak-banyaknya bukti bahwa
Anda pernah berbicara di depan public dengan baik dan normal, disisi lain Anda
juga mencari fakta bahwa banyak orang juga mengalami beberapa kesulitan dan
hambatan berbicara di depan umum, bahkan pembicara besar sekaliber Abraham Lincoln (Presiden Amerika) yang
dikenal sangat ahli berpidato mengakui bahwa setiap kali ia harus berbicara di
depan public, selama 30 detik pertama dengkul kakinya bergetar karena grogi,
akan tetapi setelah itu dia mengumpamakan seseorang harus menodongkan pistol di
kepalanya untuk mengakhiri pembicaraan tersebut karena semangat dan antusiasnya.



Hal yang
diajarkan selanjutnya setalah citra diri Anda membaik adalah menggunakan metode
“Synthetic
experience” dimana diajarkan teknik visualisasi dalam mencapai target.
Dengan gambaran mental seseorang diminta untuk membuat detail tahapan dan
langkah-langkah dalam mencapai targetnya tersebut, hal ini akan mempermudah
seseorang dalam melakukan aktifitas nyatanya. Dengan bingkai mental seperti ini
seluruh potensi dan sumber daya internal Anda akan maksimal dalam mengejar
pencapaian Anda.



Contoh
penerapan metode “Synthetic experience” dimana di masa perang Vietnam ada
beberapa prajurit Amerika yang tertahan oleh tentara lawan yang mengalami
siksaan diluar batas kemanusiaan. Sebagian besar dari mereka tidak sanggup
mengalami tekanan mental maupun beban fisik setiap hari selama di kamp tahanan,
bahkan memilih untuk bunuh diri atau pun meninggal karena kondisi yang parah
tersebut. Hingga akhir masa peperangan tersebut menyisakan seorang perwira yang
selamat hingga bisa kembali ke Amerika.



Dalam sebuah
wawancara dengan stasiun televisi, sang perwira mengatakan “setiap hari selama
dalam tahanan super berat tersebut, semua tahanan mengalami siksaan mental
maupun fisik. Sebagian besar dari kami memilih berhenti berjuang dan menyerah,
tetapi tidak bagi saya. Setiap hari dalam pikiran, saya selalu membayangkan
hari-hari dimana saya akan dibebaskan, dimana saya berjumpa kembali dengan
seluruh keluarga dan sanak saudara yang saya cintai. Dan akhirnya, inilah
saya”. Padahal dalam kenyataannya ketika sang perwira memvisualisasikan hari
pembebasannya tersebut belum ada tanda-tanda bahwa perang akan usai, bahkan
kejadian pembunuhan tahanan adalah pemandangan sehari-hari di kamp tersebut.
Gambaran metal inilah yang membuat ia kuat dan bertahan.



Lalu,
bagaimana dengan “siksaan” yang harus Anda hadapi setiap hari? Apakah lebih
berat sari sang perwira tersebut? Saya rasa tidak. Tetapi banyak dari kita
merasa atau lebih tepatnya mengkondisikan hidupnya sendiri demikian sedih dan
menderitanya sehingga kita punya alasan untuk pesimis atau bahkan merasa hidup
tidak lagi ada gunanya. Menyedihkan bukan? Benar, hal negative inilah yang akan
mereka dapatkan. Sering sebagian besar dari kita belum memulai sesuatu sudah
menyerah karena gambaran mental dalam dirinya yang membuat enggan untuk
berjuang. Hal-hal sederhana inilah yang akan terus mengganggu orang tersebut
dalam pencapaian hidup.



Benar kata
Dr Maltz, hambatan terbesar manusia dalam mencapai apapun berasal dari dalam
dirinya sendiri. Demikian juga peribahasa yang menjadi begitu tersohor “Anda adalah Apa Yang Anda Pikirkan”
oleh karena itu ingatlah, hasil akhir yang berkualitas dimulai dari
mengimplementasikan yang berkualitas (Quality implementation / QI).

Posting saat ga pengen posting

Posted Posted by karkuun in Comments 0 komentar

Sore ini sebetulnya lagi ga mood buat posting, tapi, karena hanya ingin mengasah kemampuan nulis, ya udah posting aja...

Kesejahteaan(prosperity) emang tujuan tiap orang....
yg jadi susah tu gini, orang agak males membayar harganya....
perlu pengorbanan diantaranya; tenaga, biaya, dan waktu...
padahal hasilnya belum tentu juga seperti yg diharapkan....

wah... jadi bisa tercapai gak ya prosperity itu?

embuh lah.....